SEMARANG, halokrw.com – Dunia pendidikan kedokteran kembali tercoreng. Kali ini, skandal besar muncul dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Di tengah kasus perundungan yang menewaskan dr. Aulia Risma Lestari pada Agustus 2024, publik dikejutkan dengan kemunculan nama tersangka utama, dr. Zara Yupita Azra (ZYA), dalam daftar kelulusan Ujian Komprehensif Nasional (Komprenas) kolegium anestesi.
Yang membuat geger, Zara disebut seharusnya baru menyelesaikan pendidikan pada 2026, namun kini dijadwalkan lulus pada Agustus 2025—berbarengan dengan angkatan di atasnya. Prosesnya bahkan disebut-sebut “dikebut” dari berbagai sisi, mulai dari penyelesaian stase, hingga tugas ilmiah.
Di sisi lain, status Zara sebagai tersangka dalam kasus perundungan masih aktif. Ia bersama dr. Taufik Eko Nugroho (Kaprodi Anestesi Undip) dan Sri Mulyani (staf administrasi kampus) telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Tengah atas dugaan kekerasan, eksploitasi, hingga pemerasan yang dialami almarhumah dr. Risma.
Kepada polisi, korban disebut sempat dikunci dalam ruang operasi selama 24 jam, tidak diberi makan dan minum, mengalami tekanan psikis berat, hingga perlakuan yang merendahkan martabat. Sebagian dugaan menyebut korban juga menjadi target pemerasan oleh pihak kampus. Polisi bahkan menyita uang Rp 97 juta dari total perputaran dana mencurigakan yang ditaksir mencapai Rp 2 miliar dalam satu semester.
Kemunculan nama Zara dalam daftar kelulusan Komprenas sontak memicu gelombang kritik dan protes publik. Akun media sosial @drg.mirza membagikan tangkapan layar yang menyatakan bahwa Zara tidak dikenai skorsing, justru seolah mendapat “karpet merah” untuk menyelesaikan studinya lebih cepat.
“Sebagai tersangka, bukannya diskors, malah lulus lebih cepat. Ini mencederai rasa keadilan,” tulis akun tersebut.
0 Comments