KARAWANG, halokrw.com – Di tengah gelombang kekhawatiran publik atas maraknya kenakalan remaja dan tawuran pelajar, Pemerintah Kabupaten Karawang mengambil langkah berbeda dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jika Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, condong pada pendekatan disiplin ketat hingga opsi pengiriman siswa ke barak militer, Pemkab Karawang justru menegaskan bahwa pembinaan karakter di sekolah adalah langkah utama yang lebih efektif.
Langkah ini disampaikan menyusul terbitnya Instruksi Bupati Karawang No. 188-342/1077/Kesra/2025, yang menekankan pentingnya pembinaan internal di satuan pendidikan, bukan penanganan secara represif. Pemerintah daerah menyebut, selama siswa masih bisa dibina, pendekatan edukatif harus menjadi prioritas.
“Selama siswa masih bisa dibina di satuan pendidikan, kami akan mengutamakan pembinaan di sekolah. Itu lebih efektif dan efisien,” ujar Kepala Seksi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdikpora Karawang, Musa Surya Atmaja, Selasa (6/5).
Namun, perbedaan pendekatan ini justru memicu respons beragam dari masyarakat. Di media sosial, banyak netizen mempertanyakan efektivitas metode pembinaan yang dianggap sudah terlalu lama diterapkan namun tak kunjung membuahkan hasil signifikan.
Akun @zulfikaralanistaji menulis, “Cara pendekatan semacam itu udah pernah aku rasain dari SD sampai SMA. Cuma tetap aja nggak ngaruh. Tawuran tetap ada, bahkan makin banyak.”
Sementara itu, @larasskray mengungkapkan, “Udah biasa dari zaman aku sekolah tahun 2012-2020. Tapi tetap aja kok. Karawang gimana sih? Ayo dong lebih dipertegas lagi.”
Merespons kritik tersebut, Disdikpora menegaskan bahwa pengiriman siswa ke barak militer tetap dimungkinkan, namun hanya sebagai langkah terakhir. Itu pun hanya berlaku untuk kasus berat dan berulang, seperti tawuran yang menyebabkan korban jiwa atau keterlibatan dalam geng motor.
“Kalau orang tua tidak menyetujui, pembinaan tetap dilakukan di sekolah dengan pendekatan yang disesuaikan. Tidak bisa serta-merta dikirim ke barak,” jelas Musa.
Ia juga menampik anggapan bahwa guru, khususnya guru BK, bisa menuntaskan semua masalah siswa. Menurutnya, pembinaan remaja membutuhkan keterlibatan seluruh pihak,mulai dari keluarga, sekolah, hingga lingkungan masyarakat.
“Guru itu bukan malaikat. Mereka hanya punya waktu terbatas dengan siswa. Sedangkan pengaruh dari luar, media sosial, lingkungan sekitar, itu jauh lebih kuat. Jadi ini tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Musa berharap, meski berbeda pendekatan, tujuan akhirnya tetap sama: menyelamatkan masa depan generasi muda. Ia menegaskan, membangun karakter anak tidak cukup dengan kekerasan atau paksaan, melainkan melalui bimbingan yang berkelanjutan.
“Yang kita hadapi bukan sekadar siswa nakal, tapi anak-anak yang sedang mencari arah. Tugas kita adalah menuntun, bukan menghukum secara instan,” tutupnya.
0 Comments