KARAWANG, halokrw.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, belum lama ini menjanjikan pembangunan 1.000 rumah panggung bagi warga Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang. Namun hingga kini, janji tersebut belum juga terealisasi.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Dedi saat mengunjungi para pengungsi di Masjid Al-Ikhlas, Dusun Pangasinan, Karangligar, pada Maret 2025 lalu. Dalam kesempatan tersebut, Gubernur yang baru dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto itu bahkan merekam sendiri janji tersebut dan menyebarkannya melalui sejumlah akun media sosial.
“Tahun ini juga, Pemprov Jabar akan membangun 1.000 rumah panggung setinggi 2,5 meter. Dengan demikian, warga tidak harus terus-menerus mengungsi,” kata Dedi kala itu, yang disambut antusias oleh warga yang selama ini menjadi langganan banjir.
Namun, alih-alih rumah panggung dibangun, banjir kembali datang. Pada Minggu (18/5/2025), Karangligar kembali terendam banjir akibat luapan Sungai Cibeet dan Citarum pasca hujan deras yang mengguyur wilayah Karawang pada Sabtu malam. Genangan air dengan ketinggian antara 30 hingga 150 sentimeter membanjiri dua dusun terdampak, yakni Dusun Kampek dan Dusun Pangasinan.
Sebanyak 425 warga dari total 838 jiwa terpaksa kembali mengungsi ke tempat yang lebih aman, membawa barang seadanya untuk menyelamatkan diri.
“Sudah biasa banjir, tapi tetap saja menyiksa. Kami sudah terlalu sering berharap,” keluh Agus Tohaeri, warga Dusun Pangasinan.
Lebih ironis lagi, janji rumah panggung dari Pemprov Jawa Barat ternyata tidak sejalan dengan rencana Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, yang tahun ini telah menganggarkan Rp 55 miliar untuk penataan bantaran Sungai Cibeet dan Citarum. Proyek ini bahkan direncanakan berlanjut pada 2026 dengan tambahan anggaran sebesar Rp 66 miliar.
Sayangnya, hingga pertengahan Mei, tak satu pun dari dua program tersebut menunjukkan tanda-tanda pelaksanaan. Warga belum melihat pergerakan alat berat, apalagi pembangunan fisik.
“Tidak ada tanda-tanda dimulainya pekerjaan. Tidak rumah panggung, tidak juga proyek sungai. Semua masih janji,” imbuh Agus.
Bagi warga Karangligar, banjir kini bukan lagi sekadar bencana alam, melainkan juga bencana birokrasi. Setiap musim hujan, janji dan rencana datang silih berganti, tapi hasilnya tetap nihil. Realisasi seolah hanyut bersama arus yang terus datang—tanpa pernah benar-benar berhenti.
0 Comments