KARAWANG, halokrw.com – Dua proyek milik Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Karawang kembali menjadi bahan perbincangan hangat. Proyek pembangunan sabuk pantai di Pakisjaya serta jetty di Muara Sedari diduga menyimpan sejumlah kejanggalan, termasuk dugaan penggunaan konsultan dan tenaga ahli fiktif.
Proyek jetty Muara Sedari yang dikerjakan CV Cakra Buana Utama bernilai Rp 2,4 miliar dengan target panjang 160 meter dan tinggi struktur 3,5 meter dalam waktu 85 hari kalender. Sementara proyek sabuk pantai Pakisjaya yang dikerjakan CV Mazel Arnawama Indonesia bernilai Rp 903 juta ditargetkan selesai dalam 90 hari dengan panjang 80 meter.
Praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik, Asep Agustian, menyebut dugaan ketidakprofesionalan dalam pelaksanaan kedua proyek tersebut sudah diprediksinya sejak awal. Ia menilai kontraktor yang menangani proyek kemungkinan hanya “meminjam bendera” perusahaan.
“Kalau mereka benar perusahaan yang kompeten, harusnya punya konsultan dan tenaga ahli yang jelas. Fakta di lapangan justru sebaliknya. Bahkan ada mandor yang mengaku-ngaku sebagai wartawan saat dikonfirmasi,” ujar pria yang akrab disapa Askun.
Menurutnya, dugaan ini bukan kasus tunggal. Ia menilai Bidang SDA PUPR Karawang kerap menjadi sorotan karena minimnya hasil pekerjaan yang dapat dibanggakan.
“Kerjaannya selalu bermasalah. Kalau memang Kabid SDA sudah pernah mengajukan pengunduran diri, kenapa masih dipertahankan?” tegasnya.
Askun juga meragukan kemampuan proyek Jetty Muara Sedari untuk rampung tepat waktu. Pada akhir November 2025, progres pembangunan disebut baru mencapai sekitar 30 persen. Jika dipaksakan selesai sesuai jadwal, ia khawatir kualitas konstruksi akan buruk dan tidak sesuai standar.
Ia meminta media terus memantau perkembangan kedua proyek tersebut, termasuk alasan kontraktor yang menyebut banjir rob sebagai penyebab keterlambatan. Menurutnya, alasan itu tidak bisa digunakan jika proyek benar ditangani tenaga ahli profesional.
“Force majeure memang ada, tapi kalau tenaga ahlinya saja fiktif, bagaimana mau dibenarkan?” ujarnya.
Askun juga menyayangkan sikap aparat penegak hukum (APH) yang dinilai terlalu pasif terhadap dugaan penyimpangan proyek.
“Selalu beralasan menunggu proyek selesai dulu kalau mau penyelidikan. Padahal harusnya sejak awal mereka bisa memberikan teguran dan pembinaan, supaya tidak terjadi kerugian negara,” tambahnya.

0 Comments