KARAWANG, halokrw.com – Anggota Komisi IX DPR RI, dr. Hj. Cellica Nurrachadiana, mendesak agar kajian pemberian Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dr. Zahra Yupita Azra (ZYA) dihentikan sementara hingga hasil penyidikan atas dugaan keterlibatannya dalam kasus perundungan terhadap almarhumah Risma di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) benar-benar tuntas.
Menurut Cellica, penyelesaian pendidikan ZYA yang dinilai terlalu cepat justru menimbulkan tanda tanya besar dari publik. Nama ZYA disebut-sebut telah muncul dalam daftar kelulusan Ujian Komprehensif Nasional (Komprenas) kolegium anestesi, padahal berdasarkan jenjang normal, ia seharusnya baru lulus pada tahun 2026. Namun secara mengejutkan, ZYA dijadwalkan lulus pada Agustus 2025, bersamaan dengan angkatan di atasnya, yakni angkatan 75.
“Ini bukan hanya soal akademik. Ini tentang moralitas, tentang integritas seorang dokter, dan yang lebih besar lagi: soal keadilan di dalam sistem pendidikan kedokteran kita,” tegas Cellica dalam postingan instagramnya, Minggu 20/4) sore. Cellica menyatakan, kasus ini bukan semata soal perundungan. Informasi yang beredar bahkan menyebut adanya dugaan pemerasan, penyalahgunaan kekuasaan, serta praktik sistem senioritas yang toxic dalam dunia pendidikan kedokteran.
“Kalau terbukti benar, maka ini bukan hanya pelanggaran etik atau disiplin, tapi bisa masuk ke ranah hukum yang lebih serius. Apalagi kalau sudah menyentuh soal pemerasan dan penyalahgunaan jabatan akademik,” ujarnya.
Cellica meminta semua pihak, baik dari institusi pendidikan, Kementerian Kesehatan, Kemenristekdikti, hingga KKI dan IDI untuk benar-benar melihat kasus ini dengan serius.
“Jangan sampai kita membiarkan seseorang yang sedang didalami keterlibatannya dalam dugaan kekerasan, tiba-tiba dengan mulus melenggang jadi spesialis. STR itu bukan hanya legalitas, tapi simbol kepercayaan publik terhadap profesi medis,” kata Cellica.
Sebagai dokter sekaligus legislator, Cellica menegaskan bahwa kecerdasan intelektual tidak cukup untuk menjadi dokter yang baik. Dibutuhkan kepekaan sosial, empati, dan rekam jejak moral yang kuat.
“Profesi dokter itu pengabdian. Kalau integritasnya tercemar sejak bangku kuliah, maka kita gagal mencetak tenaga kesehatan yang benar-benar mampu mengayomi masyarakat,” tutupnya.
0 Comments