KARAWANG, halokrw.com – Proyek pengadaan videotron digital yang baru saja terpasang di kawasan Alun-Alun Karawang menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena lokasinya yang mencolok, tetapi juga karena anggaran yang fantastis: Rp1.797.201.000 dari APBD Kabupaten Karawang tahun 2025.
Pemerintah daerah melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) membela kebijakan tersebut. Sekretaris Diskominfo Karawang, Poltak Lumbantoruan, menyebut bahwa keberadaan videotron merupakan upaya memperluas penyebaran informasi publik secara visual kepada masyarakat.
“Videotron ini ditempatkan di titik strategis pusat kota untuk menyampaikan informasi program-program pemerintah, pengumuman publik, serta promosi kegiatan daerah, baik yang sedang berjalan maupun yang direncanakan,” kata Poltak kepada JabarNet.com, Senin (14/7/2025).
Ia menambahkan bahwa dalam jangka panjang, keberadaan videotron juga bisa dikomersialkan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Setelah semua program pemerintah tersosialisasikan, tidak menutup kemungkinan itu bisa dikomersialkan dan dikelola oleh Bapenda,” ujarnya.
Namun argumen itu tak serta-merta memadamkan kritik. Salah satunya datang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra. Direktur Propaganda LBH Cakra, Dadan Suhendarsyah, menilai proyek tersebut merupakan bentuk pemborosan yang tidak mencerminkan skala prioritas pembangunan.
“Logika mana yang dipakai oleh Pemkab Karawang ketika memutuskan membuat videotron dengan anggaran fantastis seperti itu? Sepintas saja kita bisa simpulkan proyek tersebut tidak menjawab kebutuhan publik, hanya aksesoris gengsi pemerintah semata,” ujar Dadan.
Ia menyoroti inkonsistensi narasi pemerintah soal efisiensi anggaran. Menurutnya, dalam berbagai kesempatan pejabat daerah kerap bicara soal efisiensi dan prioritas, tapi praktik di lapangan justru menunjukkan hal sebaliknya.
“Jika terlanjur disahkan dalam APBD, emangnya tidak bisa direvisi atau dibatalkan? Nomenklatur anggaran lain saja bisa dicoret atau dikurangi, kenapa pengadaan videotron tidak bisa? Urgensinya apa dan untuk siapa?” tegasnya.
Poltak sendiri mengakui bahwa awalnya proyek ini dirancang untuk enam titik, namun karena keterbatasan anggaran, hanya terealisasi satu videotron yang dipasang di kawasan alun-alun. Ia menilai lokasi tersebut sangat strategis untuk menjangkau masyarakat.
Namun pertanyaannya, seberapa besar efektivitas videotron sebagai media penyebaran informasi, terutama di era digital seperti sekarang, di mana masyarakat lebih banyak mengakses informasi melalui gawai pribadi dan media sosial?
Sebagian pihak mempertanyakan apakah perangkat digital seharga hampir Rp2 miliar ini benar-benar akan meningkatkan literasi kebijakan publik, atau justru menjadi simbol visual yang jauh dari jangkauan praktis masyarakat sehari-hari.
0 Comments