KARAWANG, halokrw.com – Isak tangis bayi di Karawang menjadi simbol luka dari sistem hukum yang dinilai kehilangan sisi kemanusiaannya. Seorang ibu menyusui, Neni Nuraeni (37), harus mendekam di tahanan akibat kasus fidusia terkait kredit kendaraan bermotor.
Penahanan terhadap Neni oleh Pengadilan Negeri Karawang memantik gelombang kecaman dari berbagai kalangan. Salah satu yang paling vokal datang dari Ketua DPC Peradi Karawang, Asep Agustian SH MH (Kang Askun), yang menyebut keputusan hakim sebagai tindakan “tidak manusiawi dan memalukan.”
“Hakim itu seharusnya menjadi wakil Tuhan yang menegakkan keadilan, bukan memenjarakan ibu menyusui. Ini mencederai rasa kemanusiaan dan mempermalukan wajah peradilan,” tegas Askun, Rabu (29/10/2025).
Kasus ini bermula ketika Neni, warga Desa Cengkong, Kecamatan Purwasari, Karawang, dilaporkan oleh pihak Adira Finance Cikarang karena tunggakan kredit motor. Laporan itu berujung pada proses hukum dan penahanan, meski Neni masih memiliki bayi yang sepenuhnya bergantung pada ASI.
Kondisi bayi Neni kini dikabarkan menurun setelah enam hari tidak mendapat ASI sejak sang ibu dijebloskan ke tahanan. Situasi inilah yang memicu kemarahan publik dan berbagai organisasi hukum serta kemanusiaan di Karawang.
“Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi ujian bagi nurani. Kalau hakim di Karawang tidak punya hati, lebih baik angkat kaki dari sini,” ujar Askun geram.
Ia juga menyoroti tindakan pihak Adira Finance yang dinilai berlebihan dalam menangani persoalan kredit macet.
“Perusahaan besar kok tindakannya kecil. Kredit macet harusnya dibina, bukan dikriminalisasi,” sindirnya.
Sementara itu, Juru Bicara PN Karawang, Hendra Kusumawardana, menjelaskan bahwa perkara Neni masih berjalan dengan agenda sidang pembuktian. Pihak majelis hakim, katanya, tengah mempertimbangkan permohonan pengalihan jenis penahanan yang diajukan kuasa hukum terdakwa.
“Permohonan pengalihan tahanan sudah kami terima dan akan diputuskan majelis hakim dalam sidang berikutnya,” jelas Hendra.
Kasus Neni kini menjadi sorotan publik nasional, bukan hanya karena aspek hukumnya, tetapi karena pertaruhan rasa kemanusiaan di balik tembok tahanan. Satu hal yang kini bergema dari Karawang: keadilan seharusnya punya hati.

0 Comments